#REVIEWTIME! : "KELUARGA CEMARA 1" by ARSWENDO ATMOWILOTO
Judul : Keluarga Cemara 1
Penulis : Arswendo Atmowiloto
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbitan : Cetakan Kedua; Desember 2017
ISBN : 978-979-22-9263-3
E-ISBN : 978-602-06-1984-2
Halaman : 288 Hlm; 20 cm
Selamat pagi, Emak ...
Selamat pagi, Abah ...
Mentari hari ini
Berseri indah
Siapa yang tidak mengetahui lantunan lagu yang manis dan harmonis ini? Pembuka kali ini memang agak berbeda. Karena, review bukunya sangat bersangkutan dengan lagu itu lho. Keluarga Cemara? Exactly!
Mengisahkan tentang sebuah keluarga yang dahulu berjaya, sebab suatu perkara yang merugikan perusahaan Abah. Akhirnya, perusahaan bangkrut dan Abah mengajak keluarga kecilnya untuk tinggal di desa di sebuah rumah gubuk yang dahulunya milik karyawannya dan dibeli oleh Abah karena karyawannya sedang butuh uang. Kehidupan memang sulit ditebak, ya? Jangan sungkan untuk berbuat baik, ya gais!
Selama membaca novel apa pun genrenya, setiap bab-nya selalu ada kesinambungan. Namun, di sini aku tak menemukan alur cerita yang bersambungan. Di sini, penulis membuat di setiap bab-nya dibuat sub-konflik dan langsung penyelesaian. Kenapa aku bilang sub-konflik? Karena dari yang aku tangkap, konflik utamanya selalu berputar di jatuhnya ekonomi, hidup susah, dan sebab-akibatnya. Kubilang, ini sangat menarik! Seperti membaca cerita yang berbeda, tetapi masih berotasi di konflik utama.
Selain itu, keluarga ini tidak jauh beda ceritanya dengan keluarga di dunia nyata. Kita akan menemukan seorang kepala keluarga--Abah—yang tegas namun penyayang, seorang Ibu—Emak—yang mengurus rumah tangga, anak-anak, dan membuat opak. Anak sulung—Euis—yang sedikit keras namun penyabar kepada adik-adiknya. Anak tengah—Ara—yang cerdas dan kritis. Anak bungsu—Agil—yang pintar dan selalu mengikuti perkataan Ara.
Kita akan menyaksikan, bagaimana Abah memarahi lalu menasihati anak-anaknya dalam satu waktu. Ara dan Agil yang selalu bertengkar. Euis yang membantu Emak membuat opak, lalu menjualnya sembari sekolah. Agil dan Ara yang terkadang memiliki harapan tinggi, yang membuat Emak harus menghela napas. Yang aku sukai dari Keluarga Cemara adalah, mereka kerap duduk bersama di suatu ruangan. Anak-anak sibuk mendengar Abah mendongeng, dan Emak hanya duduk diam. Terkadang, Euis dan Ara yang bercerita bahkan si bungsu Agil. Kentara sekali harmonisnya.
Dan, sempat searching novel ini akhirnya dijadikan sinetron di sebuah stasiun TV zaman 90an. Aku sendiri belum lahir! Tapi, ketika baca novelnya, selalu merasakan kehangatan keluarga. Meski novel lawas, masih tak meninggalkan pesan moral yang kental.
Abah selalu menekankan kejujuran pada sub-konflik di setiap bab-nya. Meski mereka miskin, namun Abah selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk berlaku dan berkata jujur. Sebab, ketidak-jujuranlah yang membuat perusahaan Abah bangkrut—meski tak sepenuhnya salah Abah--.
Dan di era sekarang, Keluarga Cemara kembali melambung dengan bentuk film yang mendapatkan apresiasi positif dari penontonnya, bahkan mendapatkan prestasi pada ajang bergengsi. Keren, ‘kan?!