Untuk Para Peluka yang Butuh Pelukan
BAGI PARA PELUKA, lika-liku sudah menjadi kebiasaan dan bagian dari kehidupan yang berlalu tanpa membantu menemukan solusi. Dari jalannya waktu, seringkali ditemui serangan-serangan secara halus atau bahkan brutal.
Dipaksa mengecap pahit, sementara bibir berkata itu adalah manis. Wajar saja, bibir dapat berkata apa pun, tetapi hanya lidah yang lihai merasakan apa-apa yang melewatinya. Benar-benar satu perpaduan yang tidak terpadu.
Seringnya nelangsa dibanding harsa, menuai hampa menanam nestapa. Selanjutnya tumbuh kokoh, tetapi mudah runtuh. Jika angin bertiup, mungkin akan tetap berdiri tegak, tetapi akan layu jika sudah jenuh.
Bagi penikmat luka, sudah terbiasa untuk ditempa. Beban-beban bertumpuk yang terpikul di pundak bukanlah suatu hal baru. Meskipun seperti itu, pada akhirnya akan lelah juga. Perih karena menahan sakit terlalu lama, pedih akibat memaksa kuat atas beban-beban yang sialnya datang kian hari.
Kadang-kadang, di kala duduk seorang diri seraya merenung. Pikiran dibawa melayang tentang pertanyaan-pertanyaan penuh harap, meski sulit diharapkan. Perkara sampai kapan semua ini cepat berskhir, bahwa beban-beban ini benar-benar memberatkan. Namun, semakin dipikirkan semakin terasa ketidakmungkinan yang jelas. Sedangkan, harapannya semakin berwujud semu.
Bagi para peluka, bukanlah hal benar untuk berpasrah terlalu dalam tanpa melakukan instrospeksi. Namun, berulang kali usaha dikerahkan, demi mengurangi beban, paling tidak satu atau dua yang dapat disingkirkan sejauh mungkin. Seringnya selalu gagal dan kembali meratap lalu beban yang lain akan datang silih berganti.
Pernah, satu dua kali berhasil, amat melegakan. Hati bersorak penuh gembira dan sedikit lapang, setidaknya ada masa untuk sedikit lega dan tertawa-tawa. Namun, itu hanya terjadi sejenak, bahkan beban itu kembali di datang di saat tertawa ini sedang jujur.
Jika dipikir-pikir, untuk apa kehidupan bila hanya menanggung beban? Pikiran yang jahat, memang. Namun, terus-menerus diserang oleh beban tidak tahu diri ini, membuat diri semakin lelah saja. Meskipun, lama-kelamaan dibuat kuat olehnya. Namun, sebagai manusia ada kalanya ingin egois.
Sesekali saja, biarkan diri ini menjadi manusia berekspresi secara jujur. Terlalu sering, bahkan menjadi legenda dalam berperan. Menyembunyikan luka akibat beban di balik topeng-topeng kebahagiaan. Semua itu semu.
Kesemuan yang diciptakan karena beban-beban yang tidak kunjung pergi. Ironinya, ia tidak mengenal pergi, bahkan ia tidak mengenal kata pengusiran. Ia hanya tahu cara menetap di pundak-pundak para manusia yang terlihat kokoh, tetapi rapuh.
Bagi penikmat luka, yang berdiri seorang diri di atas kedua kakinya. Berjalan seorang diri di atas jalanan yang tidak ada mulusnya sama sekali. Suatu hari, dia hanya butuh satu orang di sisinya. Sebenarnya banyak sekali orang yang mengelilinya, tetapi mereka hanya melihat topengnya bukan sosok di balik topeng itu.
Dia ingin seseorang yang mau melihat sosok di balik topeng lusuhnya ini. Tidak perlu mendengar rintihan pilu yang teredam. Hanya butuh rengkuh, pelukan hangat yang setidaknya dapat meruntuhkan satu dua beban. Menepuk-nepuk pelan punggung.
Sebab, peluka terkadang membutuhkan pelukan.
Bagus banget tulisannya vina
Aamiin makasih Kak Sulann. ✨
Racikan bait demi bait begitu sarat makna. Itu karakter kuat yang dipunya ka vina. Asli deh, aku tunggu antologi puisi atau buku solonya ya, indah banget soalnyaa
Alhamdulillah ada yang ngenalin karakter tulisan aku, love you, Kak Tasyaaa! Aamiin ya Allah baru kemarin kepikiran pengin bikin buku solo isinya prosa-prosa.
Bagus bgt pemilihan katanya, makasih mbak vina bisa mewakilin banyak orang dengan karya tulis yang eastetik dan deep ini ^^
Iyaa semua orang pernah merasakannya. Tulisan bisa jadi sejarah bagi manusia yang terluka.
jadi penasaran bacaan favoritnya pa kak? sarat makna tulisannya, calon sang pujangga Wati
Hmm bukan favorit, sih. Tapi aku suka sama gaya tulisan Dee Lestari, Kak, wkwk. Sama ada satu biku yang aku suka gaya penulisannya judulnya Kitan Omong Kosong. Xixi coba deh bacaan
Bagi setiap peluka, ada satu Tuhan yang setia menunggu, yang mengetahui isi hati, yang janji-Nya pasti dipenuhi. Kata-Nya, setiap langkah kakimu mendekat, dengan berlari kau kurengkuh.
Tuhan jadi satu-satunya tempat paling tepat berkeluh. Bagaimanapun hanya Dia yang mampu mengusir luka. 🤍
Kata-katanya dalam banget. Coba bikin puisi trus diuraikan makna puisinya. Ih pasti keren
Hmm yuyurly, aku lumauan belum gapah di puisi wkwk tapi someday bakal aku coba. Makasih sarannya, Kak. ✨
Wahh keren bnget kakkk... Semnagttt
🤍🤍