Belajar Menghargai dari Pencerita, Pendengar, dan Penasihat

SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL mungkin kita pernah berada pada tiga posisi yang dapat membantu orang lain. Sebagai manusia dengan interaksi yang intens dengan manusia lainnya, pasti akan membutuhkan orang lain hanya sekadar untuk bercerita, mendengarkan, dan memberi nasihat. Apa kamu pernah berada di salah satu posisi tersebut? Atau bahkan ketiganya pernah kamu emban untuk menjadi manusia yang lebih baik bagi orang lain?

Aku paham betul bahwa tidak semua orang mampumenceritakan, mampu mendengarkan, ataupun mampu memberi nasihat. Pun, itu lebih baik daripada merasa mampu, tetapi menjadi beban bagi orang lain. Maksudnya bagaimana? Mari kita tarik satu contoh nyata, ketika kita menjadi pendengar untum orang lain yang sedang bercerita, tetapi kita suka memotong pembicaraan yang belum selesai, lebih parah lagi kita meremehkan ceritanya dengan cara mengadu nasib tentang masalah kita lebih berat daripada si pencerita. Bukankah ini menjengkelkan teman-teman? Apakah kamu pernah berada di posisi tersebut? Coba ceritaksn di kolom komentar, ya

Maksudku adalah, ketika kita mampu membantu orang lain dengan tiga hal sederhana tersebut mestinya kita paham betul terkait posisi dan jobdesk-nya. Pada akhirnya, semua itu didasari oleh rasa menghargai lawan bicara, bahkan tanpa disadari kita telah menghargai diri sendiri. Di tulisan kali ini, aku mau membahas perihal tiga posisi tersebut sesuai dengan pengalamanku. Yuk, kita bahas bareng-bareng!


1. Ketika Kita menjadi Pencerita

Hidup ini berat, berbagai masalah sudah kita lalui. Tidak mudah pula untuk diarungi karena terpaksa dan mau tidak mau memang harus dijalani. Siklus hidup memang penuh kejutan, meskipun kita tahu hidup tidak akan semudah itu. Sebab, hari akan terus melaju seperti detik waktu yang bergerak setiap detiknya.

Dengan adanya permasalahan-permasalahan yang mendatangi, setiap orang punya cara tersendiri dalam menghadapinya. Ada yang butuh tempat untuk bercerita, ada yang butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri, ada yang memilih mengendapkan perasaan tersebut di dalam hati sementara dia bersandiwara menjadi manusia paling bahagia. Tipe ketiga ini ada baiknya dihindari karena tidak akan baik untuk hati kita. Nah, kalau kamu tipe yang mana atau punya tipe sendiri?

Apa pun permasalahanmu, hei, ingatlah bahwa kamu tidak sendirian. Siapa pun yang berjalan di muka bumi ini, punya masalahnya sendiri yang tidak mungkin diumbar-umbar secara gamblang. Dari kita ada yang tidak nyaman untuk bercerita dengan orang lain, tidak masalah juga sebenarnya. Mungkin kamu punya opsi lain, seperti menuliskan curahan hatimu, apa pun caranya selama hati kamu lega maka lakukanlah.

Di antara tipe-tipe tersebut mari kita highlight pada kita yang memilih untuk menjadi pencerita. Terkadang ini baik ketika kita merealisasikannya dengan benar. Tentunya, sebelum bercerita kita harus melihat kondisi tempat untuk kita cerita, apakah dia bersedia? Apakah dia sedang dalam situasi baik-baik saja untuk mendengarkan cerita kita? Apakah dia tidak sedang dalam masa-masa sulitnya? Namun, yang paling terpenting adalah apakah si pendengar ini bersedia menyodorkan telinganya? Sebelum bercerita kita hanya perlu bertanya, “Lagi sibuk, nggak?”, “Aku mau cerita, apa kamu mau dengar?”, dll. Jika dia bersedia dengan sukarela, silakan tumpahkan apa yang kita rasakan dan selamat karena kita telah menjadi pencerita yang baik!

Lalu, bagaimana kalau si pendengar ini justru malah membuat kita tidak nyaman dan sakit hati? Kita berhak untuk pergi dan jangan lupa pamit. Semoga kamu akan menemukan pendengar yang baik, ya!


2. Ketika Kita menjadi Pendengar

Setelah menjadi pencerita yang baik, mungkinkah kamu mau mencoba menjadi pendengar? Berada di posisi ini memang tidak mudah ketika kita harus menyimak betul-betul lawan bicara kita. Kadang-kadang ketika seseoramg membutuhkan kita untuk menjadi pendengarnya, suka merasa tidak enak jika menolak karena takut melukai hatinya, sementara kita pun sedang tidak baik-baik saja. Tidak masalah untuk menolak sebenarnya, dengan cara yang baik dan mencoba untuk membuat si pencerita ini mengerti. Pun, kamu sebagai pencerita juga mesti memahami hal itu seperti yang sudah kujelaskan di poin sebelumnya.

Ketika kita siap, dalam keadaan prima yang mana kita mampu berada situasi diri yang baik-baik saja, maka mulailah mendengar. Jadilah pendengar yang baik, bukan pendengar yang mengadu nasib. Berprinsiplah untuk tetap mendengar sampai pencerita benar-benar menyelesaikan ceritanya. Perlu dipahami juga, bahwa tidak semua pencerita butub solusi meskipun dia sendiri merasa buntu akan masalahnya. Kadang-kadang dia membutuhkan pundak kita untuk bersandar, bersimpati tanpa harus merasa iba, semudah itu.

Pun, jika disimpulkan bahwa si pencerita adalah orang yang salah, kita tidak usah susah payah langsung menyalahkannya. Kadang-kadang, dia punya alasan tersendiri yang dia sendiri tidak zengaja atau bahkan tidak disadari. Sebab, jika seseorang semakin disalahkan dia akan semakin merasa terpojok dan merasa dia pantas untuk disalahkan. Just, step by step, don’t judge but treat. Jika waktunya tepat, mungkin sudah saatnya kita menjadi penasihat.


3. Ketika Kita menjadi Penasihat

Dinasihati dan menasihati, sama-sama bukanlah yang mudah. Ketika dinasihati kita akan merasa bahwa diri ini penuh kesalahan, tetapi kita perlu nasihat untuk instrospeksi diri supaya menjadi lebih baik. Kadang-kadang kita tidak sadar apakah kita ini sedang melakukan kesalahan atau tidak? Dalam hal, maka peran penasihat pun dibutuhkan.

Menasihati pun lebih sulit, kadang-kadang kita harus bercermin terlebih dulu. Apakah kita pantas menasihatinya? Namun, saat mendapati seseorsng melakukan kesalahan, kita merasa perlu untuk menasihatinya, memberi tahu bahwa itu tindakan yang mesti dijauhi. Lalu, bagaimana kalau dia tidak menerima nasihat kita? Ya, sudah, selama kita sudah mengingatkan kita tidak perlu cemas akan hal itu lagi. Jika kita tidak msmpu menasihatinya, mendoakannya menjadi solusi terbaik.

Pun, untuk menasihati punya adab-adab tertentu yang harus diketahui. Seperti nasihati secara empat mata bukan di depan umum, itu sama saja kita akan mempermalukan dia. Hindari yang satu ini, ya, aku oernah dipermalukan dengan kedok dinasihati dan itu rasanya malu banget, nyesek. Lalu, gunakan bahasa yang halus, jangan menyalahkannya, jangan menuduh bahwa dia memang pantas mendapatkannya. Jangan pernah melakukan hal itu, deh. Bisa-bisa hal itu akan mempengaruhi psikisnya.

Mungkin bisa dengan bertanya, “Mengapa melakukannya?”, “Apa yang sedang kamu hadapi?”, “Enggak apa-apa, aku pun juga pernah melakukan kesalahan, tetapi kita selalu punya kesempatan untuk memperbaikinya.” dsb.


Siapa pun kita dan dalam posisi apa pun, sudah seyogyanya kita untuk saling menghargai. Menghargai pencerita, menghargai pendengar, dan menghargai penasihat. 

Tidak semua masalah dapat selesai dengan cepat, setidaknya lebih baik melegakan hati dengan cara kita sendiri daripada menyimpan kepatahan itu seorang diri lalu berperan layaknya manusia paling bahagia sedunia. Tidak semua cerita harus didengarkan, kadang-kadang kita perlu menjadi pencerita untuk sekadar melegakan diri. Pun, tidak semua keluh kesah butuh nasihat, memang kita hanya perlu didengarkan, tetapi bagaimanapun kita tetap butuh nasihat untuk menjadi manusia yang lebih baik. Tidak perlu pula selalu mawas diri untuk menasihati orang lain, kadang-kadang kita bisa menjadi penyelamat bagi mereka yang berada dalam salah dan kita akan selalu berusaha memperbaiki diri.


Next Post Previous Post
9 Comments
  • Hilaschou
    Hilaschou 10 Juli 2022 pukul 14.14

    😍 suka bgt postingan ini<3 memang nyatanya ketiga posisi ini tuh jrg saling menghargai.
    Pengalamanku seringnya jadi pendengar, saat jd pencerita aku malah suka dikatain "ngada2", "terlalu sensitif". Jd kadang suka kesel sm org yg cmn pengen jd karakter utama dan gak bisa menposisikan diri jadi pendengar.
    Semua org tahu, ketigany harus saling menghargai <3

    • Hilaschou
      Hilaschou 10 Juli 2022 pukul 14.15

      *waduh typo. Mksidku semua org harus tahu ketiganya harus saling menghargai.
      Kalau ingin didengarkan dgn baik maka harus menghargai org lain <3

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 12 Juli 2022 pukul 00.50

      Valid vanget ini! Untuk menemukan partner yang sama-sama msnghargai juga memang sesuag itu, heuheu.

  • Reza Liswara
    Reza Liswara 10 Juli 2022 pukul 17.27

    Di posisi apapun sih sulit yaa. Karena harus saling paham satu sama lain. Perlu diingat untuk.penasihat, dia bisa jadi pendengar saja atau bisa jadi penasihat tergantung si pencerita. Entah dia ingin cerita saja atau butuh bantuan.

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 12 Juli 2022 pukul 00.51

      Benerr, kadang emang Pencerita cuma mau cerita aja sekadar untuk bikin lega hatinya.

  • siti nurhayati
    siti nurhayati 11 Juli 2022 pukul 12.05

    Bener. Ketika hal diatas jarang dianggap serius, seringnya angin lalu aja. Padahal enggak gampang loh untuk jadi penasihat, dan enggak muda untuk menceritakan unek-unek kepada orang lain. Kalau sudah bercerita panjang lebar, eh tertanya gak ditanggepin kan sedih

  • sudut pandang vina
    sudut pandang vina 12 Juli 2022 pukul 00.52

    Tandain aja kak orang begitu wkwk

  • Sulanti
    Sulanti 12 Juli 2022 pukul 23.34

    Bener nge

  • Sulanti
    Sulanti 12 Juli 2022 pukul 23.37

    Bener banget kita harus menghargi posisi di atas itu, baik itu pencerit, pendengar dan penasihat. Ketiga hal itu terdengar simple tapi bukan berrti karena simple jadinya diabaikn, menurut ku tiga hal di atas itu bener-bener wajib di hargai sih. Aku pernah berada di ketiga posisi itu jadi tau bagaimana rasanya tidak di hargai, jujur rasanya sakit banget.

Add Comment
comment url