Sandiwara di Kala Matahari Singgah

TIDAK APA-APA untuk merasa tidak baik-baik saja. Berpura-pura lebih baik, hanya akan membuat diri kenapa-kenapa. Mengapa harus bersandiwara pada diri sendiri, sementara hati berwatak lugu menanggung pilu akibat sayatan-sayat luka. 

Jika pagi, bersorak sorai. Menyerukan kegembiraan, betapa indahnya dunia ini. Tentang, kehidupan yang membahagiakan. Seakan-akan masa hanya tentang pesta pora di atas gembira. Seolah-olah buana tidak akan diterpa badai. 

Seyogyanya, di dalam bungkusan raga yang terlihat kokoh, kuat, terselimut kerapuhan jiwa. Ada puing-puing berserakan di dalamnya. Satu per satu puing tidak segan-segan untuk menyakiti, bahkan menimbulkan luka baru, pada akhirnya akan membuat puing-puing pula. 

Kala surya telah berdiri tegak di atas kepala. Seperti teriknya aura yang dipancarkan sang surya. Api semangat itu masih membara. Berorasi bahwa kehidupan adalah kebahagiaan yang hakiki. Setiap waktu yang berdetak adalah kesempatan untuk menghargai kebahagiaan. 

Sementara jiwanya berkelumit dengan bentuk-bentuk rumit yang mengelilingi sekitar sehingga membentuk ketidakberaturan sebuah rasa. Jiwa yang meringkuk seorang diri, menanti-nanti waktunya tiba. 

Layaknya antagonis yang tidak peduli akan laranya jiwa. Gerak-gerik raga yang bergerilya, menyarakan hal sama. Hidup itu harus bahagia, tidak ada kebahagiaan maka hampalah yang tersisa. Wajahnya penuh air keringat, tetapi tidak dengan jiwa penuh dengan air getir. 

Sang surya sudah mulai bergerak turun ke barat, pancarannya sedikit memudar. Tergantikan dengan langit biru sendu. Sepertinya sang surya sedikit menurunkan egonya, membiarkan senja mengganti singgasana. Tidak ada lagi orasi, tidak ada lagi penyuara. Hanya ada langkah-langkah sisa semangat yang masih belum surut. Sebab, sesekali masih berkabar esok hari akan kembali bersua. 

Itu artinya sudah waktunya pamit kembali. 

Memang, langit senja jadi perjalanan menyenangkan untuk pulang. Pikiran disegarkan angin sepoi-sepoi. Raga mulai diregangkan, sore yang cerah menjadi saksi pergatian antara raga dan jiwa untuk bertukar peran. 

Langkah demi langkah, semakin dekat dengan rumah, air muka semakin keruh. Bak permukaan air yang tenang, sementara di dalam, ombaknya saling bertikai mempertahankan diri. 

Pintu kayu mulai terbuka dengan mudah, seperti penghuninya rumah ini mudah rapuh. Sesekali berharap, rumah ini akan kokoh meski marabahaya mengancam. Segala aksesoris seharian dilucuti dengan rapi, sebab esok akan kembai menggunakannya. Aksesoris yang berhasil membuat kokoh. 

Ruangannya gelap, sang senja telah berganti menjadi gulita. Bulan setengah mulai menggantung di wajah langit. Cahaya separuh itu mulai masuk melalui jendela kaca, mengabarkan bahwa malam telah tiba. Sudah saatnya untuk menjadi diri sendiri. 

Bila sang surya menampang nyata wajah-wajah gembira. Maka, tidak dengan aksesoris malam yang kini menggantung di langit itu. 

Ditepuk-tepuk pundak ringkih itu dengan cahaya lembut. Menyerahlah diri pada kenyataan yang berbanding terbalik. Nyata yang melumpuhkan orasinya tadi pagi, fakta yang membungkam suaranya tadi siang. 

Bahwa dunia yang penuh bahagia itu fana, yang nyata adalah kesedihan. Begitu nyata terbayang tentang apa-apa yang melukai diri, sehingga apa-apa itu membuat diri menjadi tidak baik-baik saja. 

Sebab cahaya matahari begitu terang, dengan mudahnya menunjukkan luka. Manusia-manusia berkeliaran memaksa diri untuk menyatakan kebahagiaan semu. Sebab hanya rembulan yang memahami manusia-manusia untuk tidak perlu bersandiwara. 

Lepaskan tangis, lepaskan beban-beban berat itu, rehatkan diri bersama dialog malam hari, lekaslah terlelap sebelum dini hari. Hari esok telah menanti untuk kembali bersandiwara. 




Next Post Previous Post
15 Comments
  • Secerahhatiku
    Secerahhatiku 2 Juni 2022 pukul 10.32

    Waahh😍 selalu bagus tulisannya.

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.33

      Makasih banyak, Kak. 🤍

  • Hilaschou
    Hilaschou 2 Juni 2022 pukul 14.12

    Mbak Vina memang suka bikin orang terbuai jatuh sukarela masuk ke dalam tulisnnya <3

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.34

      Aamiin, makasih banyak, Kak. 🤍

  • siti nurhayati
    siti nurhayati 2 Juni 2022 pukul 14.40

    Merangkai prosa begini tidak mudah, ada ritme dan irama yang menjadi perhatiannya. Dan Vina sukses melakukannya. Good job

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.35

      Alhamdulillah kalo sukses, wkwk, walaupun menurutku masih butuh perluas diksi lagi biar enggak monoton, xixi.

  • tasyafiane
    tasyafiane 2 Juni 2022 pukul 21.45

    Yang sedang dialami semua manusia, dideskripsikan dengan indah di tiap baitnya. Mau nangis akutu. Tepuk tangan buat kamuuu

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.36

      Mari tepuk tangan untuk kita bersama! 👏👏

  • Sulanti
    Sulanti 2 Juni 2022 pukul 22.13

    seperti biasa tulisan kak vina selalu bagus dan menyentuh hati

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.37

      Semoga bisa selalu seperti itu, aamiin. ✨

  • Nia M Wardani
    Nia M Wardani 2 Juni 2022 pukul 22.18

    This is my favorite, so far. Alurnya tergambar jelas namun tak kehilangan penjiwaan dari masing-masing kalimatnya. Please keep going.

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 2 Juni 2022 pukul 23.38

      I'll try! Mungkin kalau pakai penjelasan alur bakal kujadiin prosa fiksi, aja, hihi. Thank you, Kak. 🤍

  • Anonim
    Anonim 3 Juni 2022 pukul 06.46

    Masyaa Allah.. keren mbak tulisanya, penuh makna...

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 3 Juni 2022 pukul 08.53

      Makasih, Kak. 🤍🤍

  • Diarywinrie
    Diarywinrie 4 Juni 2022 pukul 02.39

    Cerita fiksi nya mba vina selalu menyentuh hati..

Add Comment
comment url