URNA [PROLOG]
Ada warna yang mengelilingi tubuh manusia-manusia itu, tetapi mengapa mereka tidak menyadarinya?
SETELAH LAMA beradaptasi terhadap sekitar, kuedarkan pandangan menyapu seisi ruangan yang cukup luas. Namun, tirai-tirai yang menyekat di kanan dan kiri, membatasi ruang gerak penglihatanku. Dalam balutan pakaian serbabiru, aku masih merasakan udara dingin yang menusuk. Cahaya lampu di atas menjadi penerang, tetapi ada yang aneh. Seorang pria dengan jas putih, serta beberapa perawat di belakangnya.
"Nak, apa kamu ingat namamu?" tanya pria dengan jas putih itu, dia pasti dokter.
Aku mengerutkan kening, bukan tentang tidak tahu namaku, melainkan cahaya warna-warni yang membungkus tubuh orang-orang di depanku ini. Dokter yang tengah memeriksa keadaanku itu memiliki warna kuning cerah dengan sedikit warna abu-abu. Perawat perempuan dengan wajah dingin menatapku lurus, dia memiliki warna biru pirus yang kuat. Sementara perawat pria di sampingnya, berbanding terbalik, pria itu memamerkan senyumannya wajahnya tampak ramah, dia memiliki warna kuning dan sedikit warna merah jambu.
"Mengapa tubuh kalian berwarna?"
Mereka saling pandang, para perawat itu kini bergantian menciptakan kerutan di dahi. Apa pertanyaanku aneh? Namun, aku benar-benar melihat dengan mataku yang aku yakin, masih normal. Dengan kekuatan yang ada, kuangkat tangan kecilku menyentuh cahaya kekuningan dari dokter yang memang berada paling dekat denganku. Kugerakkan tangan yang sudah merasuki warna tersebut. Seperti asap, ketika kumainkan jemari warna itu bereaksi buyar, tetapi selanjutnya menyatu kembali.
"Tidak ada warna apa pun, Nak." Dokter itu menangkap tanganku dan mengelusnya pelan-pelan. Setelah itu mengembalikannya ke tempat semula. "Perasaanmu, bagaimana? Ada merasa sakit?"
Aku menggeleng pelan. "Enggak, Dok."
Dokter itu mengangguk, dia menatapku sebentar dengan tatapan sendu. Tangannya terulur menyentuh puncak kepalaku. "Syukurlah, kamu cepat siuman, Nak. Ini adalah keajaiban untukmu."
Aku hanya terdiam, tidak begitu memahami perkataan dokter tersebut. Pun, aku masih mencoba Untuk menelisik apa yang baru saja kulihat. Aku hanya mendengar perintah untuk istirahat sebelum dokter itu pergi meninggalkanku bersama kedua perawat yang masih dengan ekspresi sama seperti sebelumnya. Apa mereka benar-benar tidak melihatnya?
Lagi, aku menggeser bola mataku ke depan, di dinding depan sebelah kanan—kurasa itu pasien di sebelah—memantulkan warna gelap, hampir berwarna hitam dari pasien di sebelah. Namun, warna itu semakin berwarna hitam pekat dibarengi suara monitor yang cukup terburu-buru. Suara ketukan sepatu dengan lantai terdengar berlari menuju ke tempat warna hitam itu berasal, tempat pasien di sebelahku.
"Dok, nadinya berhenti!" seru suara pria yang panik, tetapi mencoba untuk mengontrol dirinya.
Apa pasien itu meninggal? Kupandangi warna hitam itu yang semakin pekat, anehnya lama-lama warna itu memudar dan berubah menjadi warna abu-abu hingga berakhir di warna putih. Gumpalan warna itu mengepul menjadi sebuah bola-bola dan melayang ke atas menembus atap. Saat itu pula, suara pria lain meberi kesimpulan, "Dia sudah meninggal."
Jantungku berdegup kencang ketika fenomena aneh itu terjadi di depanku. Ini pertama kalinya. Cepat-cepat kulihat dinding yang tidak begitu jauh di depanku. Tidak ada warna hitam, tidak ada warna yang memantul di sana. Selanjutnya, kulihat diriku, tidak ada warna yang membungkus tubuhku. Mengapa aku tidak bisa melihat warnaku? Apa aku tidak memiliki warna?
•••
imajinasinya luar biasa,..seperti nyata mba
Aamiin, makasih banyak Kak Winn udah bantuin aku buat riset ini. <3
Apa kah URNA ini akan berlanjut, Vin? Nampaknya sudah ada part 1
Pasti bakal dilanjut, Kak, tapi aku mau bikin outline-nya dulu, xixi.