Pergi ke Hitam, Tinggalkan Putih [Musikalisasi Puisi]
Jika hitam tahu menggelapkan rasa, kupilih hitam. Jika hitam bisa sembunyikan yang patah, kupergi ke hitam.
HITAM TIDAK SELAMANYA memaknai kegelapan secara harfiah. Tidak melulu perihal kekelaman dengan hakiki. Dalam ruangannya, hitam seakan-akan merengkuh raga yang rapuh. Hitam akan selalu memahami jiwa-jiwa yang tidak boleh dipertontonkan kesedihannya. Sebab, luka-luka itu akan membaur bersama hitam yang ramah.
Hitam memang terkenal dengan aura yang pekat. Namun, tidak semua manusia tahu, betapa dia melindungi relung-relung jiwa yang luluh lantak. Di balik wajah tidak ramahnya, ada rangkulan lembut dan perkataan untuk mempersilakan mengais tangis.
Lalu mengapa putih menguakkan luka? Kutak memilih putih. Sang putih tega melihatkan yang patah, kutinggalkan putih.
Pun, tidak selamanya putih memaknai kesucian secara harfiah. Jikalau jiwa diletakaan di atas putih, barang satu titik pun akan dianggap seperti noda yang harus disingkirkan. Siapa dan apa pun akan menyadari satu titik noda di atas putih dengan jelas.
Putih tidak akan pernah merengkuh apalagi mempersilakan yang patah untuk setidaknya bersedih. Ia hanya membiarkan itu tergeletak tanpa daya. Acuh tidak acuh, sibuk mendemonstrasikan definisi putih yang begitu bersih.
Tentang rasa taklagi baik untuk dirasakan. Wujud rasa seperti burun rupa, hancur tak berbentuk. Tentang rasa menyedihkan, wujud rasa memalukan, sebab putih menerangksn dan menunjukkannya.
Tanpa segan-segan menguakkan luka yang patah menjadi puing-puing tidak berbentuk. Berserakan yang akan semakin memperparah penglihatan mereka-mereka yang bertandang di putih. Maka, kutinggalkan putih.
Kupergi ke hitam, seperti pulang karena hitam lebih dulu menebarkan puing-puing kepatahanku di atasnya. Itu lebih baik, tidak terlihat sama sekali. Lebih melegakan, seperti bersembunyi dan tidak mengganggu siapa pun.
Jangan tanyakan, "Mengapa berdiam dalam ruang gelap?" Sebab, sang hitam pandai meneluk rasa. Maka, kupergi ke hitam.
Tidak semua pertanyaan diakhiri jawaban karena tidak semua jawaban membutuhkan pertanyaan. Sudah jelas terpatri, siapa-siapa saja bersaksi dengan sendiri. Memaklumi dan merangkai apa yang dilihat di kedua mata mereka. Tentang yang seyogyanya memahami kepatahan di tempat tepat—hitam.
Bagaimanapun, rasa suka pelukan yang hangat dan hitam lihai akan hal itu. Pandai dalam menentramkan duka-duka yang tidak kunjung usai—tidak akan pernah. Apa lagi alasan sia-sia untuk tidak ke hitam barang sejenak?
Kadang kala menuju putih, tak bertahan lama. Semua manusia melihat jelas luka, kutinggalkan putih.
Luka-luka yang terlihat jelas, tidak akan memberikan solusi. Ia hanya akan terlihat tanpa tergapai, apalagi terobati. Pada akhirnya luka-luka hanya akan mengotori putih. Terlalu terang untuk jiwa-jiwa melara. Tidak pantas untuk berlama-lama di sana.
Meski mencoba untuk menuju putih, tetapi rasa-rasa akan selalu sama. Risi, tidak ada kenyamanan yang mengamankan. Aneh memang, tetapi begitulah, yang patah tidak akrab dengan yang putih. Sudshlah cukup menjadi alasan atas jawaban dari "Mengapa meninggalkan putih?"
Hitam tak selamanya hitam yaa..
Biarkan hati yang memilih, biar hati yang merasa, biarkan oula hati yang berucapa..Tatkala apa yang dirasa tak seindah penciptaan Tuhannya. Hanya dia yang tahu
Sebagai hamba-Nya, kita cuma dapat berpasrah diri.
Dari judulnya saja sudah menarik, isinya juga menarik sekali.dalam bentuk tulisan saja bagus apalagi jika dipraktekkan
Dipraktekkan apa, nih? Itu udah ada video muspus-nya, kok, tinggal di-klik ajaaa, hihi.