Pilihan yang Salah: Penyesalan?
PENYESALAN tidak lepas dari keputusan atas sebuah pilihan yang telah ditentukan lalu dipatahkan oleh sebuah harapan atau ekspektasi yang tinggi. Lagi-lagi kita berserteru dengan ekspektasi yang terlampau jauh, bahkan terlalu dalam ketika menyelami harapan. Sebetulnya, selama kita memahami akan risiko dan konsekuensi dari pada eksepktasi dan harapan, itu tidak masalah. Hanya saja, saat harapan itu meluncur turun dari ketinggian yang amat tinggi, jatuhnya akan terasa amat menyakitkan.
Beberapa waktu lalu, malam hari, biasanya aku akan menyetel radio favoritku, RRI Pro 2 Bandar Lampung dengan frekuensi 92,5 FM pada segmen yang paling aku sukai pula. Selain dapat request lagu kesukaan, tepat pada pukul 22.00 biasanya sang penyiar akan melempar sebuah topik berupa pertanyaan yang meminta para pendengar untuk menjawab, menceritakan, atau berpendapat. Topik yang paling aku sukai itu seputar kehidupan dan aku ingin bahas di sini karena memang se-relate itu sama kehidupanku—mungkin dengan kehidupan banyak orang juga. Tentu saja, topik ini telah diberi izin oleh si penyiar untuk kukembangkan menjadi sebuah tulisan di sini.
Inti dari topik tersebut adalah, pilih mana antara menyesal karena melewatkan kesempatan untuk memilih atau kecewa sama hal yang udah kita pilih? Ini adalah topik yang menarik, setidaknya aku sering mengalaminya dalam siklus hidupku. Sebelum aku membeberkan jawaban dan pendapatku perihal pertanyaan tersebut. Aku meminta teman-teman untuk coba pilih menurut teman-teman dan jabarkan di kolom komentar, ya, mungkin kita bisa diskusi di sana. Ditulis sekarang, yaa.
Aku pribadi lebih prefer pada kecewa karena sudah memilih atau memutuskan. Mengapa? Belajar dari pengalaman, menyesal karena melewatkan kesempatan untuk memilih itu lebih tidak enak. Sebab, dengan aku bersikap abai terhadap sebuah kesempatan, bisa jadi aku telah melewatkan kesempatan yang ternyata baik untukku. Namun, kecewa karena telah memilih itu bukannya enggak enak, ya? Benar, tetapi lebih baik kecewanya udah kita ketahui risikonya, dibandingkan kecewa yang berlebihan karena kita enggak menekan ekspektasi tadi.
Maksudnya adalah, ketika aku memilih atau memutuskan sesuatu, segala risiko dan konsekuensi harus sudah diketahui dan dipersiapkan. Artinya, ketika memutuskan untuk memilih yang menurut kita baik, tetap harus mempersiapkan terhadap dua kemungkinan antara hasil yang baik atau sebaliknya. Tentunya, kita akan mengerahkan usaha terbaik demi mendapatkan hasil yang baik. Namun, Tuhan selalu punya rencana baik di balik hasil yang tidak sesuai keinginan kita, 'kan? Di samping itu, kita mesti belajar mengelola dan mengendalikan ekspektasi untuk ditekan supaya tidak semakin tinggi. Dengan begitu, hal yang kita pilih tidak akan sia-sia karena kita bisa belajar dari kegagalan.
Sementara, bagaimana dengan kecewa karena telah memutuskan sebuah pilihan? Hal ini telah kusadari bahwa tidak ada salahnya untuk kecewa, tidak apa-apa untuk merasakannya. Aku berpikir, kadang kita butuh kecewa untuk membuat kita belajar dan berkembang, ‘kan? Setidaknya kita tahu, bahwa kehidupan lagi-lagi bukan tentang kesenanangan dan kemenangan, melainkan ada kekecewaan, kepatahanan, dan kesalahan. Tanpa mereka kita tidak akan pernah bisa belajar. Kemenangan bisa saja terjadi karena kita belajar dan bangkit dari kekalahan-kekalahan yang telah dialami. Pun, kesalahan ada untuk dipelajari bukan disalahkan.
Tidak ada yang salah dengan pilihan yang salah. Tidak apa-apa pula untuk menyesali sebuah keputusan daripada harus melewatkan kesempatan yang dengan dua kemungkinan tersebut dapat menguntungkan diri kita. Pemyesalan bukanlah sesuatu yang harus dijauhi, selama kita mau mempelajarinya. Dari pada harus memupuk pertanyaan, “Bagaimana kalau?”, “Bagaimana jika misalnya?” sementara kesempatan itu sudah diambil orang lain. Menurutku, daripada menghindari penyesalan dan kekecewaan lebih baik menghindari rasa takut yang dapat menghambat proses berkembang sebagai manusia.