Jalan yang Tak Sejalan

KADANG-KADANG aku ingin kembali saja, tetapi kadang-kadang pula merasa amat disayangkan. Katanya, ini masih awal perjalanan, sementara tujuan belum jua ditemukan pandangan mata. Sejatinya aku tahu, semakin melangkah terlalu dalam, akan sulit bagiku untuk pulang seorang diri. Sejak awal ini adalah pilihan bodoh yang dengan keras kepala dan angkuh bisa ditempuh sejauh apa pun. Dengan lagaknya mampu menjejaki dari satu tanah ke tanah lainnya, katanya perjalanan sebelumnya sudah membuat semakin kuat. Namun, baru mulai berjalan saja sudah ingin kembali.

Menggeret langkah susah payah, selama perjalanan aku memikirkan tentang dua kemungkinan. Risiko yang pada akhirnya akan membawaku melayang ke awang atau justru mendorongku terjun ke jurang. Entahlah, meski aku resah, ada optimis yang kadang-kadang terlukis, kadang-kadang terkikis. Sebenarnya, jika boleh aku mengungkapkan tentang penyesalsn yang indah. Inilah yang kurasakan, menemukanmu itu menyenangkan, terbang bersamamu itu impian yang indah, tetapi jika akhirnya aku terlempar dan menemukan diri di dasar jurang, maka inilah penyesalan yang indah.

Kita berjalan bersisian, tetapi aku tidak tahu. Apakah tujuan dan makna perjalanan kita sama? Kita memang saling berdampingan, tetapi jemari kita tidak bertaut. Aku selalu menunduk bukan melulu untuk memerhatikan langkah yang terseok-seok, melainkan apakah salah satu jarimu mau mengenalkan diri dengan jariku? Sebenarnya, aku ingin memulai, tetapi bagaimana jika tangan itu menepis? Aku tersenyum miring, pikiran itu membuat langkahku semakin sulit untuk maju, tetapi bodohnya kakiku terus melaju. Beberapa kali kita saling bertukar bicara, tetapi lebih banyak diamnya. Kita saling bersisian, tetapi kurasa pikiran kita pun tidak saling bersisian. Kalau boleh aku tahu, apakah dalam pikirmu terdapat ruang untukku menepi?

Aku seperti ingin menyudahi perjalanan saja, selagi belum terlalu jauh. Akan tetapi, aku ingin terus bersamamu. Tidak akan kembali, sebelum aku tahu makna dan tujuan perjalanan kamu serta kamu tahu makna dan tujuan perjalanan aku. Aku menimang-nimang, kapan sekiranya aku akan memberi tahu tujuan dan makna perjalananku padamu? Satu hal yang aku takuti hanya, tujuan dan makna perjalanan yang bersinggungan, yang sejajar hanya langkahnya, tetapi bagaimana kalo hati kita ternyata tidak sama-sama terpaku di rasa yang sama? Inilah yang membuatku menjadi takut sampai langkahku semakin tertatih.

Lagi-lagi aku terhunus di luka yang kuciptakan sendiri. Lagi-lagi aku dipukul oleh palu yang kupukul sendiri. Lagi-lagi aku terhenyak karena beban-beban yang kupikul sendiri. Kubilang aku menyesal, tetapi berjalan bersamamu adalah keindahan yang kudambakan. Mungkin jemari kita tidak saling bertaut, tetapi memastikan kamu ada di sisiku membuatku sedikit lebih baik. Entah baik atau tidak, kali ini aku seperti orang bodoh lagi dalam mencintai. Aku memang berjalan di jalan yang sama dengan orang yang berbeda. Namun, aku kali ini lebih siap dengan segala risiko yang terjadi. Aku siap untuk mendarat di palung jurang dan menatap langit tempat tujuan untuk kita terbang bersama.

Ya, mungkin ... mungkinkah aku mampu?

Aku menengok ke belakang, apa aku kembali saja, ya? Memangnya aku sesiap apa untuk kembali membuat luka parah akibat jatuh ke jurang? Memangnya aku sekuat apa sampai rela jatuh ke jurang berkali-kali? Aku berhenti sebentar, tetapi kamu tidak berhenti. Aku terhenyak, sesuatu seperti mendobrak dadaku dengan beban berat, sesak. Sepertinya memang aku harus kembali saja. Aku meraih tangan kamu dan membuatmu berhenti di depanku.

Makna perjalananku kali ini menyukaimu, tujuan perjalananku adalah terbang bersamamu. Aku tidak tahu apa makna dan tujuan kamu, tetapi setidaknya kamu tahu makna dan tujuanku. Aku tidak meminta apalagi memaksamu untuk memiliki makna dan tujuan yang sama denganku. Tidak sama sekali. Jadi aku akan kembali, sebelum berjalan terlalu jauh. Aku minta maaf karena telah menyukaimu. Tolong lupakan momen ini, kuharap kita masih bisa berjalan bersama, meski di jalan yang berbeda.


Next Post Previous Post
2 Comments
  • Amelia
    Amelia 9 Agustus 2022 pukul 20.44

    Ini seperti yang pernah kurasakan kak. Definisi mencintai tapi tak harus memiliki

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 9 Agustus 2022 pukul 21.16

      I think I feel it now deh :(

Add Comment
comment url