Kenali 5 Penyebab Self Harm, Jadi Tren di Kalangan Remaja!
AKHIR-AKHIR ini mencuat berita terkait tren menyakiti diri sendiri. Hal tersebut diunggah asumsico dalam media sosialnya bertajuk Menteri PPPA Sebut Puluhan Anak Lakukan Self Harm di Bali Karena Ikuti Tren Medsos.
Pada caption membeberkan fakta bahwa saat PPPA melakukan inspeksi dadakan pada Desember 2022 dan Februari 2023 lalu ke salah satu sekolah di Karangasem, Bali. Hasilnya, ditemukan 49 anak melakukan self harm.
Lebih lanjut, alasan anak-anak tersebut melakukan self harm serta-merta bukan atas dasar latar belakang mental, melainkan karena tren media sosial. Fenomena tersebut didominasi oleh perempuan.
Masih dalam kasus sama, dilansir dari kompas, bahwa dari 49 anak tersebut 40 melakukan sayatan satu sekali. Sisanya, menyayat lebih dari satu kali.
Disebutkan juga anak yang menyayat satu kali, mendapatkan konseling dari pihak sekolah. Semesta, 9 anak yang berulang kali menyayat tangannya langsung oleh UPTD PPA Kabupaten Karangasem.
Hal tersebut dikatakan oleh Bintang Puspayoga—Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengimbau anak-anak tersebut butuh penanganan psikologis.
Meskipun disebutkan bahwa anak-anak melakukan self harm pakai benda lain. Akan tetapi, hal ini tentu butuh perhatian khusus terutama orangtua.
Apa Itu Self Harm?
Dari kasus tersebut anak-anak telah melakukan self harm. Self harm sendiri merupakan salah satu perilaku diri yang harus dihindari.
Self harm adalah tindakan ketika seseorang menyakiti dan melukai dirinya sendiri. Biasanya dialami oleh anak remaja maupun orang dewasa, terlebih perempuan.
Mereka yang mengalami self harm akan menyembunyikan atau diam-diam dalam melakukan aksi tersebut. Supaya enggak diketahui orang lain.
Cara melukainya cenderung ekstrem. Selain menyayat, mereka juga memukul dan membenturkan diri sendiri. Bahkan memukul dinding dan menenggak racun.
Tindakan lainnya yang banyak orang lakukan, tetapi enggak menyadari. Seperti minum alkohol, ugal-ugalan dalam berkendara, juga mengonsumsi obat-obatan berlebihan, enggak sesuai resep dokter.
Nahas, pelaku self harm akan merasa terbantu dengan perilaku self harm ini sebagai bentuk menyalurkan perasaan, kesedihan, bahkan bentuk menghukum diri sendiri.
Self harm sendiri ditandai dengan:
- Menjadi lebih pendiam
- Enggak mengikuti atau aktif dalam kegiatan sosial lagi
- Suasana hati yang berubah cepat
- Mudah marah dan kesal
- Memiliki traumatis terhadap peristiwa di masa lalu
- Outfit yang kurang sesuai
Namun, diagnosis tersebut apabila terdapat pada ciri-ciri orang sekitarmu, jangan langsung judging bahwa dia mengalami self harm, ya!
Ada baiknya melakukan validasi. Perlu diperhatikan juga, kalau kita pribadi mengalaminya tanda-tanda tersebut ada baiknya untuk konsili langsung ke dokter.
Sebab, saat ini banyak sekali anak-anak muda menjustifikasi diri mereka kena mental hanya karena diagnosis bukan karena hasil dokter. Atau parahnya mengikuti tren.
Mengenal Penyebab Self Harm yang Dapat Membahayakan Fisik Pelaku
freepik |
Dapat diketahui self harm terjadi karena adanya latar belakang. Bisa juga karena adanya polemik kehidupan. Enggak mampu menahan segala beban.
Lebih dari itu, penyebab self harm dapat dipacu oleh beberapa sebab. Salah satunya bisa faktor keluarga ataupun faktor lingkungan sekitar.
Penyebab self harm ini harus sama-sama dipahami agar dapat terhindar dari perilaku melukai diri. Masih banyak orang enggak menyadarinya atas perlakuannya.
Melepaskan Stres
Hidup di dunia bisa dibilang susah-susah gampang. Kadang-kadang kita dibikin bahagia, tetapi selanjutnya dibikin kecewa. Hidup memang sulit diprediksi.
Belum lagi masalah-masalah yang datang tanpa menyapa. Pada akhirnya, kita sebagai manusia diusahakan untuk mengantisipasi terhadap kehadiran masalah.
Namun, manusia memiliki kemampuan dan pemikiran yang berbeda. Sehingga, beberapa dari kita akhirnya enggak siap menghadapi masalah hingga bikin stres.
Penyebab self harm pun bisa dimulai dari rasa stres yang enggak terkendali. Memilih untuk menyakiti dan melukai diri sendiri untuk melepaskan stres.
Sebab, mereka enggak tau atau enggak memiliki cara baik dalam melepas stres. Pun, lingkungan yang enggak tepat juga bisa jadi Faktor pendukungnya.
Pengalaman Traumatis
Sebagian dari kita enggak bisa dipungkiri memiliki masa lalu yang menyedihkan. Dari kisah masa lalu tersebut, beberapa orang mengalami pengalaman traumatis.
Mereka yang pernah menjadi korban perundungan ataupun korban pelecehan seksual. Dapat memicu penyebab self harm berkelanjutan.
Korban tersebut biasanya akan merasa rendah diri karena pernah dirundung atas dasar fisik maupun emosional. Begitu pula dengan korban pelecehan seksual.
Ketika korban merasa rendah diri dia akan dengan mudah melukai diri sendiri. Sebab, dalam benak, mereka merasa pantas untuk disakiti atau dilukai.
Tatkala melakukan kesalahan pun mereka juga akan menghukum diri mereka sendiri. Meskipun mereka enggak mengetahui kesalahan apa yang telah diperbuat.
Menyalurkan Perasaan
Banyak cara untuk menyalurkan perasaan. Namun, bukan berarti segala cara bisa dihalalkan. Tentu harus diperhatikan dan dipahami pula.
Perlu diketahui, mereka yang mengalami self harm enggak melulu ingin menyakiti dirinya sendiri. Akan tetapi, kurangnya ruang komunikasi yang baik.
Masalah berkomunikasi pun bisa menjadi salah satu penyebab self harm. Mereka enggak bisa menemukan orang terpercaya sebagai pendengar yang baik.
Belum lagi kalau kondisi keluarga yang enggak baik-baik aja. Kehidupan pertemanan yang pasif. Membuatnya merasa sendiri dan menyalurkan perasaan dengan melakukan self harm.
Mereka yang seperti ini biasanya akan dengan sengaja menunjukkan luka tersebut ke orang terdekat seperti keluarga.
Menemukan Kepuasan
Penyebab self harm selanjutnya ini punya alasan yang cukup berbeda. Yakni mencari kepuasan atau kesenangan atas perilaku self harm tersebut.
Mereka ini sama halnya dengan orang kecanduan nikotin pada alkohol, rokok, ataupun obat-obatan. Yang mana para pengidap mendapatkan keluasan dari sana.
Mereka akan merasa senang dan puas setelah menyakiti dan melukai diri sendiri. Bahkan, mereka akan merasakan sensasi fisik makin kuat.
Padahal rasa tersebut semu dan dapat membahayakan diri mereka sendiri. Jika dibiarkan terus-menerus, akan menjadi kecanduan.
Melampiaskan Emosi
Perasaan sedih dan amarah kadang-kadang sulit untuk diekspresikan. Orang yang mengalami self harm akan melukai diri sendiri sebagai pengganti rasa sakit yang dialami.
Seperti, ketika mereka enggak bisa atau enggak siap menerima kehilangan atau kepergian orang disayang. Rasa sakit ini bisa menjadi penyebab self harm.
Self harm sendiri mencerminkan rasa sakit yang begitu dalam dan keputus-asaan. Bahkan, mereka menganggap lebih baik melukai diri sendiri daripada mati rasa.
Fenomena Tren Self Harm di Media Sosial
freepik |
Nyatanya kasus tren self harm ini enggak hanya terjadi di Bali. Bengkulu juga terjadi 50-an siswa yang didapati melukai dirinya sendiri.
Enggak lain dan enggak bukan. Lagi-lagi mereka mengikuti tren di media sosial. Hal ini demi pencarian jati diri, tetapi dengan cara yang salah.
Lantas, apakah penyebab self harm ini benar-benar memang murni menderita latar belakang mental seperti poin-poin yang telah dijelaskan?
Kurasa mereka enggak memenuhi ciri-ciri dari penyebab-penyebab tersebut. Daripada itu, masalah anak-anak tersebut ada di penggunaan media sosial.
Dalam hal ini, pengawasan orangtua tampak longgar. Orangtua enggak memberi kebijakan dengan baik terkait penggunaan media sosial.
Referensi:
Enggak ada masalah untuk bermain media sosial. Hanya aja, pemanfaatannya harus dilakukan untuk hal-hal baik yang sifatnya produktif dan inspiratif.
Segala hal di dunia ini, hitam putih, baik buruk, keduanya berdampingan. Begitu pula dengan media sosial yang saat ini menjadi primadona era digital.
Tinggal bagaimana kita sebagai manusia harus pandai-pandai dan memahami untuk membedakan mana yang baik dan mana yang kurang baik.
Pilihlah tangan-tangan atau konten-konten menghibur sekaligus edukatif. Orangtua harus memberi perhatian lebih dalam mendidik anak.
Di sisi lain, mereka yang mempertontonkan perilaku melukai diri sendiri bukan pengidap self harm. Daripada itu, kurasa mereka lebih kepada mencari perhatian yang enggak didapatkan dari dunia nyata.
Sayangnya hal memiriskan ini terjadi hanya karena mengikuti tren yang ada. Tatkala penyintas self harm sesungguhnya ingin pulih, tetapi mereka yang sehat justru melakukan self harm.
—
Referensi:
https://www.sehatq.com/artikel/memahami-self-harm-perilaku-menyakiti-diri-sendiri-yang-berbahaya
https://www.vice.com/id/article/4axmzq/studi-konten-self-harm-marak-di-tiktok
https://www.msn.com/id-id/berita/other/49-anak-sekolah-lakukan-self-harm-menteri-pppa-miris-mereka-ikuti-tren-media-sosial/ar-AA18POzM?li=AAfukE3&ocid=SK2LDHP
Paling ngeri yang alasan kepuasan, bisa melakukan segala cara agar dapat mencapai kepuasan. Self Harm perlu diwaspadai khususnya berdasar penyebabnya
Waw, segitu ngaruhnya ya tren media sosial ke prilaku anak. Sbg orangtua, aku sedih bacanya.
Sisi gelap media sosial bagi anak remaja yang sedang dalam masa labil terlihat dengan banyaknya kasus self harm ini.
Perlu pengawasan dari para orang tua dan guru di sekolah tentang pentingnya menggunakan media sosial secara bijak, jangan asal ikut tren semata yang nantinya merugikan diri sendiri
Waduh, nggak kebayang kalau self harm buat kepuasan diri. Maksudku gimana caranya puas dengan menyakiti diri gitu. Semoga kita semua senantiasa dilindungi dari begitu :(
Dampak sosial media memang cukup banyak baik dari segi positif maupun negatif. Dan, salah satunya self harm ini. Ini sebagai pengingat orangtua khususnya dan lingkungan sekitar anak untuk turut serta memberikan perhatian lebih pada anak-anak. Supaya self harm tidak mereka lakukan.
Dulu aku pernah ketemu orang yang suka self harm pas stres. Karena dulu ga ngerti apa-apa, cuma nemenin dia chat tanpa tahu apa yang sebenarnya dia butuhin. Tapi dia bilang kalau self harm itu satu-satunya cara buat ngalihin emosinya, soalnya dia suka lihat dirinya terluka. Dan sekarang aku lebih paham alasan di balik itu semua.
Wah iyaa? aku malah baru tahu ini tuh malah jadi tren di kalangan remaja, naudzubillaah. emang penting yaa pengetahuan soal bagaimana self acceptance dan bertahan dari segala macam ujian
Mengerikan banget fenomena ini, ya, Kak. Saat banyak orang yang harusnya menghargai hidup. Ini justru sebaliknya.