Diskriminasi Fisik
KEADILAN SOSIAL bagi seluruh rakyat yang good looking. Sebuah kalimat yang menjadi senjata bagi netizen untuk menyuarakan pendapat secara serentak. Biasanya jurus ini akan keluar jika sebuah skandal menimpa sosok tokoh publik yang diklaim seluruh orang memiliki look yang good. Hal itu biasanya terjadi karena tokoh publik tersebut mendapat simpatisasi masyarakat, bahkan tidak sedikit yang memberi support. Sementara, di sisi lain, jika tokoh publik itu diklaim tidak memiliki look yang good, maka tidak sedikit netizen yang menghujat fisiknya.
Hidup di era digital dengan perkembangan media sosial, memudahkan masyarakat menjalani kehidupan. Tentunya, masyarakat tidak mau ketinggalan tren, banyak dari kita yang paling tidak, minimal memiliki satu atau dua akun media sosial. Nah, masyarakat yang telah menjadi pengguna media sosial terkenal dengan sebutan netizen. Dengan hal itu, artinya netizen memiliki karakteristik yang berbeda dalam menggunakan media sosial.
Tidak hanya itu, kalimat sejurus yang serupa yang sering dilontarkan adalah “Kalau kamu good looking, kamu akan terbebas dari hujatan.” Dari kalimat tersebut saja sudah jelas pelaku utamanya siapa, dari netizen oleh netizen. Bukan berarti aku secara pribadi membela tokoh publik dengan skandalnya tersebut, ya. Namun, yang kusorot di sini adalah tentang netizen yang salah fokus dalam berkomentar.
Seperti misalnya, netizen pertama men-support tokoh publik terkena skandal yang kata netizen good looking —> netizen kedua yang menghujat tokoh publik berskandal yang diklaim tidak good looking oleh netizen —> dari dua netizen tersebut, maka terciptalah netizen ketiga yang menyimpulkan good looking menjadi privillege bahwa tokoh publik berskandal akan bebas dari hujatan. Sebuah siklus yang amat semakin tidak nyambung—tidak sehat.
Menurutku, ketiga netizen tersebut telah mendiskriminasi fisik orang tersebut. Bagaimana tidak? Kita sudah dilahirkan dengan unik, semua manusia punya kecakapan tersendiri yang tentunya tidak bisa dibandingkan dengan orang lain. Aku sendiri masih tidak mengerti, siapa orang pertama yang membedakan manusia atas cantik/ganteng dan jelek seseorang, yang mana hal itu menjadi problematika besar bagi masyarakat.
Jika menemukan tokoh publik diberitakan dengan skandal, fokuslah pada beritanya bukan fisik yang sama sekali tidak sda kaitannya—justru netizen sendiri yang mengaitksn dua hal tidak nyambung itu. Miris, ketika fisik dijadikan fokus utama dalam menilai sesuatu. Miris ketika fisik dikategorikan menjadi ada yang cakap dan jelek. Miris ketika kita lupa bahwa fisik telah menjadi hal mutlak yang melekat dengan raga kita. Miris ketika netizen dengan pikiran sempitnya masih mendiskriminasi fisik seseorang dengan membedakan antara good looking dengan yang tidak.
Pun, mengapa pula harus menghujat mereka yang melakukan kesalahan dengan kata-kata yang tidak pantas yang pada akhirnya kita akan mempertanggungjawabkan tulisan kita nanti. Daripada menghujat, mengapa tidak untuk mendoakannya supaya tidak terulang dan menjadi lebih baik?
Sebagai netizen mestinya lebih bijak dan berhati-hati dalam menanggapi skandal tokoh publik. Tidak perlu mengomentari fisik. Tidak perlu pula menghujat.dengan seenaknya. Paling penting adalah tidak perlu pula untuk mengkategorikan lagi seseorang menjadi good looking dan tidak good looking. Sebab, pada kenyataannya semua manusia itu unik.
Kita hanya perlu berbuat sama rata kepada semua orang dengan fisik apa pun itu. Kita hanya perlu berbuat baik kepada siapa pun dan melupakan kategori fisik omong kosong. Kita hanya perlu bertutur baik, bila perlu tidak usah menanggapi berita-berita yang kontroversial. Cukup mudah sebenarnya, tetapi mengapa kebanyakan netizen memilih untuk mempersulit hidup dengan siklus yang tidak nyambung dan rela membuang-buang waktu?
Poinnya adalah, secara tidak sadar kita telah mendiskriminasi fisik dengan menciptakan kategori tadi. Poin penting lainnya juga adalah kita mesti belajar untuk sehat dalam bermedia sosial, dalam mengutarakan pendapat, bersikap bijak dalam menilai sebuah skandal—sebetulnya skandal cukup dijadikan pelajaran dan tidak usah ditanggapi. Selesai. Semudah itu.
Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diterapkan tanpa ada lagi kategori good looking maupun sebaliknya.
Rerata orang yg good looking memang menjadi bahan empuk perbincangan, ya dek, bukan cuma tokoh...hihi...kita goid looking, ga, ya, hehe
Semuanya punya look yang good dengan keunikan sendiri, kok, Kak, xixixi.
Memang masyarakat kita itu lemah dengan look. Jika netizen Indo bisa mencapai kualitas setengah aja dari netizen Korea wkwk. Mau rupawan mau jelek, kalau bermasalah ya di black list, bukan malah jadi di highlight.
Nah ini juga jadi salah satu problem, ya. Industri entertainment indo juga kadang malah memanfaatkan kontroversi yang disukai masyarakst buat kasih panggung ke tokoh publik tsb.
Good looking, ya dua kata seperti bumerang di dalam kehidupan sehari-hari
Biasanya netizen nih yang suka begini, huh, padahal kalau salah ya salah aja kali nggak perlu diskriminasi dengan dalih 'tapi kan dia cakep'